Sabtu, 20 Desember 2014

SAUDARIKU, TUTUPLAH AURATMU DENGAN HIJAB SYAR'I

Islam adalah ajaran yang sangat sempurna, sampai-sampai cara berpakaian pun dibimbing oleh Alloh Dzat yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri kita. Bisa jadi sesuatu yang kita sukai, baik itu berupa model pakaian atau perhiasan pada hakikatnya justru jelek menurut Alloh. Alloh berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu adalah baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagimu, Alloh lah yang Maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al Baqoroh: 216). Oleh karenanya marilah kita ikuti bimbingan-Nya dalam segala perkara termasuk mengenai cara berpakaian.
Perintah dari Atas Langit
Alloh Ta’ala memerintahkan kepada kaum muslimah untuk berjilbab sesuai syari’at. Alloh berfirman, “Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu serta para wanita kaum beriman agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka mudah dikenal dan tidak diganggu orang. Alloh Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Ketentuan Jilbab Menurut Syari’at
Berikut ini beberapa ketentuan jilbab syar’i ketika seorang muslimah berada di luar rumah atau berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahrom (bukan ‘muhrim’, karena muhrim berarti orang yang berihrom) yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shohihah dengan contoh penyimpangannya, semoga Alloh memudahkan kita untuk memahami kebenaran dan mengamalkannya serta memudahkan kita untuk meninggalkan busana yang melanggar ketentuan Robbul ‘alamiin.
Pertama
Pakaian muslimah itu harus menutup seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan (lihat Al Ahzab: 59 dan An Nuur: 31). Selain keduanya seperti leher dan lain-lain, maka tidak boleh ditampakkan walaupun cuma sebesar uang logam, apalagi malah buka-bukaan. Bahkan sebagian ulama mewajibkan untuk ditutupi seluruhnya tanpa kecuali-red.
Kedua
Bukan busana perhiasan yang justru menarik perhatian seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik!!!; ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan diantara sesama muslimin. Sadarlah wahai kaum muslimin…
Ketiga
Harus longgar, tidak ketat, tidak tipis dan tidak sempit yang mengakibatkan lekuk-lekuk tubuhnya tampak atau transparan. Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.
Keempat
Tidak diberi wangi-wangian atau parfum karena dapat memancing syahwat lelaki yang mencium keharumannya. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wewangian.” (HR. Muslim). Kalau pergi ke masjid saja dilarang memakai wewangian lalu bagaimana lagi para wanita yang pergi ke kampus-kampus, ke pasar-pasar bahkan berdesak-desakkan dalam bis kota dengan parfum yang menusuk hidung?! Wallohul musta’an.
Kelima
Tidak menyerupai pakaian laki-laki seperti memakai celana panjang, kaos oblong dan semacamnya. Rosululloh melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki (HR. Bukhori)
Keenam
Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir. Nabi senantiasa memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka diantaranya dalam masalah pakaian yang menjadi ciri mereka.
Ketujuh
Bukan untuk mencari popularitas. Untuk apa kalian mencari popularitas wahai saudariku? Apakah kalian ingin terjerumus ke dalam neraka hanya demi popularitas semu. Lihatlah isteri Nabi yang cantik Ibunda ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha yang dengan patuh menutup dirinya dengan jilbab syar’i, bukankah kecerdasannya amat masyhur di kalangan ummat ini? Wallohul muwaffiq.
(Disarikan oleh Abu Mushlih dari Jilbab Wanita Muslimah karya Syaikh Al Albani)

Wallahu a'lam
 ADAB TIDUR SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH SAW

Tidur bagi muslimah merupakan saat yang sangat penting. Karena dalam tidurnya ia mengumpulkan tenaga untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, ketika tidur hati seorang muslimah di antara jemari Allah. Seorang muslimah cantik karena agamanya. Jadi tidurnya pun harus cantik. Hendaknya seorang muslimah menjaga adab-adab dalam tidur dengan adab yang diajarkan dalam agama Islam. Bagaimana adab-adabnya?
Tidak tidur terlalu malam setelah sholat isya kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk mengulang (muroja’ah) ilmu atau adanya tamu atau menemani keluarga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu:
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘allaihi wasallam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” [Hadist Riwayat Al-Bukhari No. 568 dan Muslim No. 647 (235)]
Hendaknya tidur dalam keadaan sudah berwudhu, sebagaimana hadits: “Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Al-Bukhari No. 247 dan Muslim No. 2710)
Hendaknya mendahulukan posisi tidur di atas sisi sebelah kanan (rusuk kanan sebagai tumpuan) dan berbantal dengan tangan kanan, tidak mengapa apabila setelahnya berubah posisinya di atas sisi kiri (rusuk kiri sebagai tumpuan). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: “Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud no. 5045, At Tirmidzi No. 3395, Ibnu Majah No. 3877 dan Ibnu Hibban No. 2350)
Tidak dibenarkan telungkup dengan posisi perut sebagai tumpuannya baik ketika tidur malam atau pun tidur siang. “Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shohih)
Membaca ayat-ayat Al-Qur’an, antara lain:
a) Membaca ayat kursi.
b) Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqoroh.
c) Mengatupkan dua telapak tangan lalu ditiup dan dibacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas kemudian dengan dua telapak tangan mengusap dua bagian tubuh yang dapat dijangkau dengannya dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan, hal ini diulangi sebanyak 3 kali (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari XI/277 No. 4439, 5016 (cet. Daar Abi Hayan) Muslim No. 2192, Abu Dawud No. 3902, At-Tirmidzi)
Hendaknya mengakhiri berbagai doa tidur dengan doa berikut:

باسمك ربيوضعت جنبي وبك أرفعه إن أ مسكت نفسي فا ر حمها و إ ن أ ر سلتها فاحفظها بما تحفظ به عبادك الصا لحين

“Bismikarabbii wa dho’tu jambii wa bika arfa’uhu in amsakta nafsii farhamhaa wa in arsaltahaa fahfazhhaa bimaa tahfazha bihi ‘ibaadakasshaalihiin.”

“Dengan Nama-Mu, ya Rabb-ku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan Nama-Mu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Al-Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, Abu Dawud No. 5050 dan At-Tirmidzi No. 3401)
Disunnahkan apabila hendak membalikkan tubuh (dari satu sisi ke sisi yang lain) ketika tidur malam untuk mengucapkan doa:
لا إ له إ لاالله الواحدالقهاررب السماوات واﻷرض ومابينهماالعز يزالغفار

“laa ilaha illallahu waahidulqahhaaru rabbussamaawaati wal ardhi wa maa baynahumaa ‘aziizulghaffaru.”
“Tidak ada Illah yang berhak diibadahi kecuali Alloh yang Maha Esa, Maha Perkasa, Rabb yang menguasai langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun.” (HR. Al-Hakim I/540 disepakati dan dishohihkan oleh Imam adz-Dzahabi)

Apabila merasa gelisah, risau, merasa takut ketika tidur malam atau merasa kesepian maka dianjurkan sekali baginya untuk berdoa sebagai berikut:

أعوذ بكلمات الله التامات من غضبه و شرعباده ومن همزات الشيا طين وأن يحضرون
“A’udzu bikalimaatillahi attammati min ghadhabihi wa ‘iqaabihi wa syarri ‘ibaadihi wa min hamazaatisysyayaathiin wa ayyahdhuruun.”
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, siksa-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dari godaan para syaitan dan dari kedatangan mereka kepadaku.” (HR. Abu Dawud No. 3893, At-Tirmidzi No. 3528 dan lainnya)

Memakai celak mata ketika hendak tidur, berdasarkan hadits Ibnu Umar: “Bahwasanya Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memakai celak dengan batu celak setiap malam sebelum beliau hendak tidur malam, beliau sholallahu ‘alaihi wassalam memakai celak pada kedua matanya sebanyak 3 kali goresan.” (HR. Ibnu Majah No. 3497)
Hendaknya mengibaskan tempat tidur (membersihkan tempat tidur dari kotoran) ketika hendak tidur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan ‘bismillah’, karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Al Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, At-Tirmidzi No. 3401 dan Abu Dawud No. 5050)
Jika sudah bangun tidur hendaknya membaca do’a sebelum berdiri dari tempat pembaringan, yaitu:

الحمد لله الذي أحيانابعدماأماتناوإليه النشور
“Alhamdulillahilladzii ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilayhinnusyuur.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya kami dibangkitkan.” (HR. Al-Bukhari No. 6312 dan Muslim No. 2711)

Hendaknya menyucikan hati dari setiap dengki yang (mungkin timbul) pada saudaranya sesama muslim dan membersihkan dada dari kemarahannya kepada manusia lainnya.
Hendaknya senantiasa menghisab (mengevaluasi) diri dan melihat (merenungkan) kembali amalan-amalan dan perkataan-perkataan yang pernah diucapkan.
Hendaknya segera bertaubat dari seluruh dosa yang dilakukan dan memohon ampun kepada Alloh dari setiap dosa yang dilakukan pada hari itu.
Setelah bangun tidur, disunnahkan mengusap bekas tidur yang ada di wajah maupun tangan.
“Maka bangunlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari tidurnya kemudian duduk sambil mengusap wajah dengan tangannya.” [HR. Muslim No. 763 (182)]
Bersiwak.
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun malam membersihkan mulutnya dengan bersiwak.” (HR. Al Bukhari No. 245 dan Muslim No. 255)
Beristinsyaq dan beristintsaar (menghirup kemudian mengeluarkan atau menyemburkan air dari hidung). “Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka beristintsaarlah tiga kali karena sesunggguhnya syaitan bermalam di rongga hidungnya.” (HR. Bukhari No. 3295 dan Muslim No. 238)
Mencuci kedua tangan tiga kali, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila salah seorang di antara kamu bangun tidur, janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam bejana, sebelum ia mencucinya tiga kali.” (HR. Al-Bukhari No. 162 dan Muslim No.278)
Anak laki-laki dan perempuan hendaknya dipisahkan tempat tidurnya setelah berumur 6 tahun. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi)
Tidak diperbolehkan tidur hanya dengan memakai selimut, tanpa memakai busana apa-apa. (HR. Muslim)
Jika bermimpi buruk, jangan sekali-kali menceritakannya pada siapapun kemudian meludah ke kiri tiga kali (diriwayatkan Muslim IV/1772), dan memohon perlindungan kepada Alloh dari godaan syaitan yang terkutuk dan dari keburukan mimpi yang dilihat. (Itu dilakukan sebanyak tiga kali) (diriwayatkan Muslim IV/1772-1773). Hendaknya berpindah posisi tidurnya dari sisi sebelumnya. (diriwayatkan Muslim IV/1773). Atau bangun dan shalat bila mau. (diriwayatkan Muslim IV/1773).
Tidak diperbolehkan bagi laki-laki tidur berdua (begitu juga wanita) dalam satu selimut. (HR. Muslim)

Wallahu a'lam
 WAHAI SAUDARIKU, JADIKAN SIFAT MALUMU SEBAGAI MAHKOTA KEMULIAANMU


Muslimah cantik, menjadikan malu sebagai mahkota kemuliaannya…
Membaca kata-kata di atas, mungkin pada sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar sebait kalimat puitis. Namun ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna yang begitu dalam. Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari kita—kaum wanita—yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ الحَيَاء
“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,

الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَر
“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)
Begitu jelas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya terhormat dan dimuliakan.
Namun sayang, di zaman ini rasa malu pada wanita telah pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.
Allah telah menetapkan fitrah wanita dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya, maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Sayangnya, hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru banyak wanita yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…
Apakah mereka tidak menyadari, kelak di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu? Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128) 
Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/191)
Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu ‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis, kemudian beliau berkata,

إن كنتن مؤمنات فليس هذا بلباس المؤمنات وإن كنتن غير مؤمنات فتمتعينه

“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom (198). Syaikh Al Albani mengatakan, “Aku belum meneliti ulang sanadnya”)
Betapa pun Allah ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi kaum wanita, itu adalah sebuah penjagaan tersendiri dari Allah kepada kita—kaum wanita—terhadap mahkota yang ada pada diri kita. Namun kenapa ketika Allah sendiri telah memberikan perlindungan kepada kita, justeru kita sendiri yang berlepas diri dari penjagaan itu sehingga mahkota kemuliaan kita pun hilang di telan zaman?

فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman: 13)
Wahai, muslimah…
Peliharalah rasa malu itu pada diri kita, sebagai sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita yang mulia dan dimuliakan. Sungguh, rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan dengan mahkota yang terbuat dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota emas permata itu), kau harus menelanjangi dirimu di depan public.
Wahai saudariku muslimah…
Kembalilah ke jalan Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan rasa malu dikarenakan keimananmu pada Rabb-mu…

Wallahu a'lam
TIPU DAYA SYETAN KEPADA AHLI IBADAH MELALUI WANITA


Sa’id bin Al-Musayyab radhiyallahu anhu pernah berkata, “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, melainkan dia tidak merasa aman dari gangguan Iblis, yang merusaknya melalui perantara seorang wanita.”
Dan dari hasan bin Shalih, dia berkata, “Aku pernah mendengar setan berkata kepada wanita, “Engkau adalah separuh pasukanku, engkau adalah anak panah yang kuluncurkan dan aku tidak pernah salah sasaran. Engkau adalah penyimpan rahasiaku dan engkau adalah utusanku jika aku membutuhkan.”
Kisah ini diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih radhiyallahu ‘anhu. Ada seorang ahli ibadah di kalangan bani israel. Dia adalah orang yang paling tekun beribadah pada zamannya. Pada saat itu ada tiga orang laki laki bersaudara yang memiliki satu saudari lagi, seorang gadis. Ketika mereka hendak pergi untuk ikut dalam perngiriman satuan pasukan, mereka tidak tahu siapa yang akan menjaga dan melindungi saudari mereka, dan kepada siapa dia akan dititipkan. Maka mereka sepakat untuk menitipkan saudari mereka kepada laki laki ahli ibadah di kalangan Bani Israel. Dengan penuh keyakinan mereka mendatangi ahli ibadah itu dan memintanya untuk sudi dititipi saudari mereka, yang berarti saudari mereka itu harus menetap di tempat ahli ibadah dan dalam lindungannya hingga mereka kembali dari peperangan. Namun ahli ibadah menolak permintaan mereka dan dia berlindung kepada Allah dari keberadaan saudari mereka. Mereka terus mendesak ahli ibadah itu hingga akhirnya dia berkenan. Ahli ibadah itu berkata, “Suruhlah dia menginap di sebuah bilik di lantai bawah biaraku.”
Maka mereka menempatkan saudarinya di bilik yang dimaksudkan kemudian mereka meninggalkannya. Dengan begitu, gadis tersebut berada di tempat ahli ibadah untuk sekian lama, yang selama itu pula ahli ibadah turun dari biaranya untuk memberikan makanan kepada sang gadis. Dia meletakkan makanan di dekat pintu biara, kemudian menutupnya kembali lalu naik ke lantai atas dalam biaranya. Setelah itu sang gadis keluar dari biliknya untuk mengambil makanan yang sudah diletakkan ahli ibadah.
Setan cukup sabar menghadapi ahli ibadah itu dan senantiasa membuatnya senang melakukan kebaikan, sambil membesar besarkan masalah jika gadis itu keluar pada siang hari dan menakut nakutinya andaikan ada orang lain yang melihat keberadaan gadis itu di biaranya. Maka setan menambahi tipu muslihatnya dengan berkata, “Andaikan engkau mau berjalan ketika membawa makanannya , lalu engkau meletakkannya didepan biliknya, tentu pahalamu semakin bertambah besar.”
Setan terus menerus membujuknya hingga dia mau berjalan mendekati bilik gadis dan meletakkan makanannya di depan pintunya, tanpa berbicara sedikitpun. Hal ini terjadi hingga beberapa lama.
Kemudian Iblis mendatangi ahli ibadah dan menganjurkannya kepada suatu kebaikan, seraya berkata, “Andaikata engkau mau berjalan membawa makanannya dan meletakannya di dalam biliknya, tentu pahalamu semakin besar.” Iblis senantiasa membujuk ahli ibadah hingga dia mau berjalan membawa makanannya dan meletakkannya di dalam bilik sang gadis. Hal ini terjadi hingga beberapa lama.
Iblis menyuruh ahli ibadah kepada kebaikan dan menganjurkannya, seraya berkata, “Andaikata engkau mau berbicara dan mengobrol dengannya, tentu engkau akan bisa menjaganya, karena dia bisa saja dimangsa binatang buas.” Iblis senantiasa membujuknya, hingga ahli ibadah itu mau berbincang bincang dengan sang gadis dari atas lantai di atas biaranya hingga beberapa lama.
Setelah itu Iblis mendatangi ahli ibadah dan berkata membujuknya, “Andaikata engkau mau turun ke biliknya, duduk di depan pintu biaramu dan mengajaknya berbincang bincang denganmu, tentu hal itu lebih dia sukai.” Iblis senantiasa membujuknya hingga ahli ibadah mau duduk di depan pintu biaranya dan keduanya berbincang bincang. Hal ini terjadi hingga beberapa lama.
Iblis mendatangi ahli ibadah dan mengajurkan sesuatu yang selayaknya ia lakukan. Iblis berkata, “Andaikata engkau keluar dari biaramu dan duduk di dekat pintu biliknya, lalu engkau berbincang bincang dengannya, tentu lebih menyenangkan hatinya. Iblis senantiasa membujuk ahli ibadah hingga akhirnya dia benar-benar melaksanakannya. Hal ini terjadi hingga beberapa lama.
Iblis mendatangi ahli ibadah lagi dan memberinya anjuran tentang pahala yang akan diperolehnya di sisi Allah jika dia mau mengerjakannya. Iblis berkata, “Andaikan saja engkau mau keluar dari biaramu dan duduk lebih dekat lagi ke pintu bilik si gadis itu serta berbincang bincang dengannya tanpa perlu keluar dari sana.” Ahli ibadah melakukan anjuran Iblis ini dan hal ini berjalan hingga beberapa lama.
Kemudian Iblis mendatangi ahli ibadah dan berkata, “Andaikata engkau mau masuk ke dalam bilik gadis itu, berbincang bincang dengannya dan tanpa diketahui seorang pun, maka hal ini tentu lebih baik bagimu.” Maka sehari penuh ahli ibadah menemani sang gadis di dalam biliknya. Ketika hari sudah senja, dia keluar dan naik ke lantai atas dari biaranya
Iblis mendatangi ahli ibadah dan terus menerus membujuknya, hingga dia berani memegang paha sang gadis dan memeluknya. Iblis terus memperdaya ahli ibadah dengan membisikkan bahwa hal itu merupakan kebaikan, hingga akhirnya dia menyetubuhinya dan gadis itu pun hamil. Ketika tiba saatnya, gadis itu melahirkan seorang bayi. Iblis mendatangi ahli ibadah seraya berkata, “Apa pendapatmu jika saudara saudaranya datang sementara saudari mereka telah melahirkan seorang bayi akibat perbuatanmu? Apa yang hendak engkau lakukan? Tentu saja aku tak berani menjamin dirimu, bahwa nama baiknya akan tercemar, atau mereka akan mencemarkan nama baikmu. Karena itu hampirilah bayi itu, bunuhlah dia, lalu kuburkan mayatnya. Gadis itu akan merahasiakannya karena takut andaikan saudara saudaranya tahu apa yang telah engkau perbuat terhadap dirinya.”
Maka ahli ibadah itu melakukan apa yang dianjurkan Iblis. Lalu Iblis berkata lagi, “Apakah menurut pendapatmu wanita itu akan menyembunyikan kepada saudara saudaranya apa yang telah engkau perbuat terhadap dirinya dan anaknya? Ambillah wanita itu, bunuhlah dia dan kubur bersama anaknya!”
Ahli ibadah benar benar mengikuti anjuran Iblis, membunuh dan mengubur gadis itu bersama anaknya. Dia juga membuat sebuah lubang dan meletakkan sebuah batu besar diatasnya setelah meratakan tanahnya. Setelah itu ia naik ke lantai atas biaranya untuk beribadah disana. Tidak berapa lama berselang seperti yang dikehendaki Allah, saudara saudara sang gadis datang dari peperangan, lalu mereka mendatangi biara dan menanyakan saudari mereka. Ahli ibadah menangis dan menunjukkan belas kasihannya terhadap saudari mereka seraya berkata, “Dia adalah seorang wanita yang paling baik. Itu adalah kuburannya. Lihatlah!”
Mereka mendatangi kuburan saudari mereka dan menangis disana sebagai luapan kasih sayang mereka. Beberapa hari mereka berada di kuburan itu lalu mereka pulang ke rumah.
Pada malam harinya dan setelah mereka tidur, setan mendatangi mereka lewat mimpi. Setan muncul dalam rupa seorang musafir. Pertama kali ia datang dalam mimpi salah seorang di antara mereka yang paling tua. Setan bertanya tentang nasib saudarinya. Orang itu menjawab seperti apa yang dikatakan ahli ibadah, bagaimana kematiannya dan bagaimana kasih sayang yang ditunjukkannya terhadap saudarinya itu. Bahkan ahli ibadah itu juga menunjukkan kuburannya. Namun setan menyangkal semua itu seraya berkata, “Ahli ibadah itu tidak berkata jujur tentang saudari kalian. Saudari kalian itu telah hamil dan melahirkan bayi karena perbuatan ahli ibadah, lalu dia membunuh saudari kalian dan menguburnya di balik pintu sebelah kanan di bilik yang ditempati saudari kalian. Pergilah kesana dan buktikan sendiri, tentu kalian akan mendapatkan apa yang kukatakan ini.”
Lalu Iblis mendatangi dua saudaranya yang lain dan mengatakan hal yang sama. Ketika sudah bangun mereka merasa heran dengan mimpi yang mereka alami dan mereka semakin heran ketika mereka memberi tahu tentang mimpi mereka masing masing.
“Ini hanya sekedar mimpi, kalian tak perlu memperdulikannya” kata yang paling tua .
Yang paling muda berkata, “Demi Allah aku tidak akan surut sebelum mendatangi tempat itu dan memeriksanya.”
Akhirnya mereka bertiga sepakat untuk mendatangi bilik yang dulu ditempati saudarinya. Mereka membuka pintu dan mencari cari tempat seperti yang diberitahukan kepada mereka lewat mimpi. Ternyata benar, saudari mereka dan anaknya terkubur di tempat itu. Mereka menemui ahli ibadah dan menanyakan tentang nasib saudari mereka dan tak ada pilihan lain bagi ahli ibadah selain mengakuinya karena godaan setan. Mereka pun menurunkan ahli ibadah dari biaranya dan siap untuk di salib. Tatkala ahli ibadah itu sedang diikat di papan, setan menemuinya seraya berkata, “Tentunya engkau sudah tahu bahwa sebenarnya akulah yang telah menggodamu dengan kehadiran wanita itu, lalu engkau membuatnya hamil, lalu engkau membunuhnya dan anaknya. Jika pada saat ini engkau tunduk kepadaku dan kufur kepada Allah yang telah menciptakanmu dan membentuk dirimu, tentu engkau akan selamat dari keadaan yang akan menimpamu ini..”
Maka ahli ibadah itu menyatakan kufur kepada Allah. Namun kemudian setan meninggalkannya begitu saja dan membiarkan orang orang menyalibnya. Karena peristiwa inilah Allah menurunkan surah Al Hasyr : 16

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلإنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia: ‘Kafirlah kamu’, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam’.”

Sungguh benar perkataan Al Haasan bin Shalih yang mengatakan “Sesungguhnya setan benar-benar akan membukakan 99 pintu kebaikan bagi seorang hamba, untuk tujuan membuka satu pintu keburukan.”

Wallahu a'lam
BAGAIMANA JIKA SEORANG MUSLIM MENGUCAPKAN "SELAMAT NATAL" ?


 
Setiap bulan Desember umat nasrani merayakan hari raya agama mereka, yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Mendekati bulan ini, beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan natal. Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, kini dihiasi dengan pernak-pernik natal. Media massa pun tidak ketinggalan ikut memeriahkan hari raya ini dengan menayangkan acara-acara spesial natal.

Disudut kampus, seorang mahasiswi berkerudung menjabat tangan salah seorang teman wanitanya yang beragama nasrani sambil berkata, “Selamat Natal ya…” Aih-aih, tidak tahukah sang muslimah ini bagaimana hukum ucapan tersebut dalam syariat Islam?
Saudariku, banyak sekali umat Islam yang tidak mengetahui bahwa perbuatan ini tidak boleh dilakukan, dengan tanpa beban dan tanpa merasa berdosa ucapan selamat natal itu terlontar dari mulut-mulut mereka. Mereka salah kaprah tentang toleransi beragama sehingga dengan gampang dan mudahnya mereka mengucapkan selamat natal pada teman dan kerabat mereka yang beragama nasrani. Lalu bagaimana sebenarnya pandangan islam dalam perkara ini? Berikut ini adalah bahasan seputar natal yang disusun dari beberapa fatwa ulama.
Natal Menurut Islam
Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman dalam QS Maryam: 30 yang artinya, “Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah (manusia biasa). Dia memberikan kepadaku Al Kitab (Injil) dan menjadikanku sebagai seorang Nabi.'”
Wahai Saudariku, maka barangsiapa dari kita yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim, maka ia harus meyakini bahwa ‘Isa adalah seorang Nabi yang Allah utus menyampaikan risalah-Nya dan bukanlah anak Tuhan dengan dasar dalil di atas.
Tentang Ucapan Selamat Natal
Atas nama toleransi dalam beragama, banyak umat Islam yang mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani baik kepada kerabat maupun teman. Menurut mereka, ini adalah salah satu cara untuk menghormati mereka. Ini alasan yang tidak benar, sikap toleransi dan menghormati tidak mesti diwujudkan dengan mengucapkan selamat kepada mereka karena di dalam ucapan tersebut terkandung makna kita setuju dan ridha dengan ibadah yang mereka lakukan. Jelas, ini bertentangan dengan aqidah Islam.
Ketahuilah saudariku, hari raya merupakan hari paling berkesan dan juga merupakan simbol terbesar dari suatu agama sehingga seorang muslim tidak boleh mengucapkan selamat kepada umat nasrani atas hari raya mereka karena hal ini sama saja dengan meridhai agama mereka dan juga berarti tolong-menolong dalam perbuatan dosa, padahal Allah telah melarang kita dari hal itu:
Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS Al Maidah: 2)
Ketahuilah wahai saudariku muslimah, ketika seseorang mengucapkan selamat natal kepada kaum nasrani, maka di dalam ucapannya tersebut terdapat kasih sayang kepada mereka, menuntut adanya kecintaan, serta menampakkan keridhaan kepada agama mereka. Seseorang yang mengucapkan selamat natal kepada mereka, sama saja dia setuju bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan merupakan salah satu Tuhan diantara tiga Tuhan. Dengan mengucapkan selamat pada hari raya mereka, berarti dia rela terhadap simbol-simbol kekufuran. Meskipun pada kenyataannya dia tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap saja tidak diperbolehkan meridhai syiar agama mereka, atau mengajak orang lain untuk memberi ucapan selamat kepada mereka. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya karena itu bukan hari raya kita, bahkan hari raya itu tidaklah diridhai Allah.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus disepakati hukumnya haram misalnya mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, ‘Hari yang diberkahi bagimu’ atau ‘Selamat merayakan hari raya ini’, dan sebagainya. Yang demikian ini, meskipun si pengucapnya terlepas dari kekufuran, tetapi perbuatan ini termasuk yang diharamkan, yaitu setara dengan ucapan selamat atas sujudnya terhadap salib, bahkan dosanya lebih besar di sisi Allah dan kemurkaan Allah lebih besar daripada ucapan selamat terhadap peminum khamr, pembunuh, pezina, dan lainnya dan banyak orang yang tidak mantap pondasi dan ilmu agamanya akan mudah terjerumus dalam hal ini serta tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena kemaksiatan, bid’ah, atau kekufuran, berarti dia telah mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah.
Dengan demikian, tidaklah diperkenankan seorang muslim mengucapkan selamat natal meskipun hanya basa-basi ataupun hanya sebagai pengisi pembicaraan saja.
Menghadiri Pesta Perayaan Natal
Hukum menghadiri pesta perayaan natal tidak jauh bedanya dengan hukum mengucapkan selamat natal. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum menghadiri perayaan natal lebih buruk lagi ketimbang sekedar memberi ucapan selamat natal kepada orang kafir karena dengan datang ke perayaan tersebut, maka berarti ia ikut berpartisipasi dalam ritual agama mereka. Dan dengan menghadiri pesta perayaan tersebut berarti telah memberikan kesaksian palsu (Syahadatuzzur) terhadap ibadah yang mereka lakukan dan ini dilarang dalam agama Islam (lihat Tafsir Taisir Karimirrahman, Surat Al Furqon ayat 72).
Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamu, dan untukkulah agamaku.”
Maka Saudariku, seorang muslim diharamkan untuk hadir pada perayaan keagamaan di luar agama islam baik ia diundang ataupun tidak.
Hukum Merayakan Tahun Baru
Beberapa hari setelah natal berlalu, masyarakat mulai disibukkan dengan persiapan menyambut tahun baru masehi pada tanggal satu Januari. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Saudariku, Allah telah menganugerahkan dua hari raya kepada kita, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dimana kedua hari raya ini disandingkan dengan pelaksanaan dua rukun yang agung dari rukun Islam, yaitu ibadah haji dan puasa Ramadhan. Di dalamnya, Allah memberi ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, serta menebarkan rahmat kepada seluruh makhluk.
Ukhti, hanya dua hari raya inilah yang disyariatkan oleh agama Islam. Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main di hari raya itu pada masa jahiliyyah, lalu beliau bersabda: ‘Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bermain di hari itu pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Adha dan idul Fitri.'” (Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, dan Al-Baghawi)
Maka tidak boleh umat Islam memiliki hari raya selain dua hari raya di atas, misalnya Tahun Baru. Tahun Baru adalah hari raya yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Disamping itu, perayaan Tahun Baru sangat kental dengan kemaksiatan dan mempunyai hubungan yang erat dengan perayaan natal. Lihatlah ketika para remaja berduyun-duyun pergi ke pantai saat malam tahun baru untuk begadang demi melihat matahari terbit pada awal tahun, kebanyakan dari mereka adalah berpasang-pasangan sehingga tentu saja malam tahun baru ini tidak lepas dari sarana-sarana menuju perzinaan. Jika tidak terdapat sarana menuju zina, maka hal ini dapat dihukumi sebagai perbuatan yang sia-sia. Ingatlah saudariku, ada dua kenikmatan dari Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang (HR Bukhari). Maka janganlah kita isi waktu luang kita dengan hal sia-sia yang hanya membawa kita ke jurang kenistaan dan menjadikan kita sebagai insan yang merugi.
Saudariku, Allah telah menyempurnakan agama ini dan tidak ada satupun amal ibadahpun yang belum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada umatnya. Maka tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Allah wahyukan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan pada kita. Saudariku, ikutilah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan kepada kita, janganlah engkau meniru-niru orang kafir dalam ciri khas mereka. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut (Hadits dari Ibnu ‘Umar dengan sanad yang bagus). Setiap diri kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Semoga Allah senantiasa menyelamatkan agama kita. 
Wallaahu a’lam.