Rabu, 29 Oktober 2014

Hanya Untuk Menjadi Baik

Begitu ingin kita merasai semua nikmat yang mungkin kita dapat. Memanjakan syaraf perasa yang sering meminta haknya, melenakan jiwa yang kadang lelah dalam tekanan kerja, dan bagi sebagian kita, ia adalah kebanggaan yang membusungkan dada. Seolah tlah terbayar lunas semua jerih payah. Seolah telah tiba masa bersuka ria.
Bukankah hidup adalah perlombaan ? Dan alangkah senangnya menjadi pemenang ! Kita telah bekerja keras untuk semua itu, siang malam sepanjang hari sepangjang usia. Melawan diri sendiri maupun orang lain, mengisi waktu dan membuahkan pengorbanan yang sekian lama telah kita tanam benihnya. Inilah saat beristirahat. Inilah akhir masa susah. Dan kita ingin semua ini selamanya. Tapi bagaimana jika kebalikannya yang terjadi ?
Ia bernama kematian. Pemutus semua kenikmatan yang membuat seluruh percapaian duniawi teronggok sia-sia, semua kelezatan tinggal nama, semua peristiwa menjadi cerita, dan semua kerja keras menjadi derita tak terbatas. Kini semua kebanggaan telah tercabik-cabik waktu. Kematian yang mengintai seringkali membuyarkan mimpi dan menghempaskan asa. Bahkan sering kali, sehari dalam hidup kita tidak genap lagi saat ia menghampiri.
Namun sekarang ia menjadi kabur karena tanda-tandanya telah luntur. Begitu banyak kenikmatan yang belum kita kecap, sedang raga yang mulai udzur mulai berkhianat melawan sunatullah. Berangan hidup seribu tahun atas nama ketakakan akan nikmat dunia yang tak juga memuaskan dahaga jiwa. Padahal, adakah yang lebih buruk daripada mereka yang lupa akan kematian dan memiliki angan-angan setinggi langit tanpa tepi ?
Kealpaan akan Alloh yang membuat mereka selalu mencari nikmat duniawi, lagi dan lagi. Bersusah payah menghindari wacana kematian karena tak ingin itu terjadi.
Tapi siapa yang sanggup melawan kehendak-Nya ? kematian tetap akan datang ketika saatnya menjelang. Tepat waktu tanpa percepatan atau perlambatan, sebagai sebuah ketetapan yang pasti adanya. Hingga semua upaya penghindarannya menjadi sia-sia karena ia datang tanpa kompromi. Tanpa permisi sebagai permintaan persetujuan, tanpa diskusi sehingga kita sempat mempersiapkan semua kemungkinan.
Bagi hamba yang beriman, kematian adalah gerbang surga. Kendaraan yang justru ditunggu untuk menghantarkannya kepada kekasih yang dirindu, Alloh. Penyingkap kepalsuan dunia dan penggenap keyakinan akan akhirat.
Penasihat yang jujur agar terhindar dari angan-angan semu tentang kemewahan dunia. Sebab kematian tidak bisa lagi diperdebatkan.
Maka dalam hidup ini, tidak ada pilihan  selain berkomitmen menjadi hamba yang baik. Yang meretas jalan pulang agar meninggalkan jejak-jejak keshalihan, sedekah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, juga anak shalih yang mendoakannya. Hingga hidup bukan sekadar memperlambat masa tinggal di dunia namun terlena. Kemudian kita lantunkan doa Rosulullah, "Ya Allah, hidupkanlah hamba jika dalam ilmu-Mu, hidup adalah lebih baik bagi hamba"

Wal iyadzu billah

Kamis, 16 Oktober 2014

BAGAIMANA DENGAN MASA DEPANMU 
WAHAI SAUDARIKU ??? 

 
Ibnu Umar r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Ingatlah, setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian pasti akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang kalian pimpin. Setiap istri adalah pemimpin dan penjaga rumah suami dan anak. Ingatlah, setiap dari kalian adalah pemimpin, dan kalian semua akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang kalian pimpin.” (HR Bukhari-Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata,”Hadits di atas mengandung beberapa hal, yaitu memandang dan memperhitungkan al-kufu (sepadan) dalam nasab, para wanita non-Quraisy tidak sepadan dengan para wanita yang berasal dari kaum Quraisy, keutamaan sikap lembut, kasih sayang dan pendidikan serta pengasuhan yang baik terhadap anak.
Di antara hal-hal yang harus diajarkan oleh orang tua kepada anak perempuan pada usia seperti ini adalah bahwa masa depan seorang anak perempuan yang sebenarnya bukanlah di kedokteran atau di bidang lainnya, tetapi sebagai seorang istri yang memiliki tanggung jawab pokok mengurusi rumah tangga. Rasulullah saw mengisyaratkan akan hal ini dalam sabdanya,



LANGKAH SYAITHAN MENELANJANGI MANUSIA



       Syaitan sangat tidak suka kalau ada manusia yang taat kepada Allah. Karena itulah syetan selalu berusaha menggoda manusia agar tergelincir dari jalan Allah. Dalam menggoda manusia, syetan memiliki berbagai cara dan strategi. Dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su’). Syaitan seakan mengetahui kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah.
Salah satu sebab kehancuran umat manusia adalah karena hubungan lawan jenis yang tidak sah. Dan sebelum terjadinya huubungan ini, biasanya didahului dengan saling memandang, saling tertarik, lalu saling bertemu, dan selanjutnya saling bermaksiat. Untuk menyukseskan terjadinya proses kemaksiatan inilah syetan berusaha melepaskan hijab atau pakaian muslimah. Lepasnya hijab muslimah merupakan jalan licin yang mudah menggelincirkan manusia dari ketaatan kepada Allah.
Berikut adalah tahap-tahap yang digunakan oleh syetan dalam melepas pakaian muslimah….

1. Menghilangkan Definisi Hijab
Dalam tahap ini syaitan membisikkan kepada para wanita, bahwa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekadar pakaian atau gaya hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar’i, pakaian dengan apa pun bentuk dan namanya tetap pakaian. Yang ada hanyalah budaya dalam berpakaian, atau berpakaian ala budaya tertentu.
Akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai. Inilah bahayanya ketika hijab dianggap sebagai budaya, berbeda halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahwa hijab adalah pakaian syar’i (identitas keislaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekadar mode (fashion). Hidup kapan pun, dan di mana pun, maka hijab syar’i tetap dipertahankan. Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka syaitan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya, bagaimana?
Ketika Muslimah Ditinggal Suami Pergi Berjihad



Sesungguhnya tidak ada yang tak sepakat diantara para ulama’ bahwa ibadah jihad adalah ibadah yang sangat berat, dia adalah ibadah yang paling tinggi nilainya dalam Islam , untuk itu perlu keseriusan dan kesabaran dalam menjalankan ibadah ini. Apalagi menjadi seorang istri mujahid, tidak gampang, tidak mudah, antara banyaknya kebaikan yang ia terima dan tanggung jawab yang harus dipikul … itulah seni bersuamikan seorang mujahid …

Permasalahan yang pokok untuk menjadi istri seorang mujahid adalah bila suami bepergian menunaikan kewajiban ibadah jihad sebagai komitmen terhadap tuntunan Rosululloh shollallhu‘alaihi wasallam .


Karena Berniqab,
Kami di Ancam ‘DO’ dari Kampus
 
ancam DO


Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Saat ini saya sudah memakai niqab sejak awal memasuki semester 5 bersamaan dengan beberapa teman dekat saya. Saya hanya akhwat biasa sama seperti teman-teman yang lain, saya dan ketiga teman saya yang telah berniqab lainnya sebelumnya juga pernah menaungi beberapa organisasi seperti BEMF dan LDF.
Ya, kami hanya akhwat biasa seperti teman-teman mahasiswi lainnya. Kami sudah sebulan memakai niqab dengan tujuan untuk mengikuti perintah Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 59 dan sunnah Rasulullaah yang telah mewajibkan para muslimah untuk menutupi aurat dan perhiasannya dengan pakaian takwa keseluruh tubuh.
Ya, tidak ada tujuan lain selain tujuan yang ingin membuktikan cinta kami kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan AlhamduliLlaah Allah telah menyegerakan niat kami untuk segera berhijrah dengan memakai pakaian takwa yang merupakan “sebaik-baik pakaian”.
Ternyata setelah kami mengenakan niqab dan mulai memberanikan diri untuk berusaha istiqamah memakai niqab baik di luar rumah dan di kampus ternyata usaha melaksanakan perintah Allah itu tidak mudah.

Jumat, 10 Oktober 2014

PULANG

Pindahkanlah hatimu sesuai selera
tapi tiadalah cinta melainkan kekasih pertama
Berapa banyak tempat di bumi yang disinggahi pemuda
tapi kerinduannya senantiasa pada persinggahan pertama
-Ibnu Qayyim-




Seberapapun jauhnya kaki kita melangkah ada satu titik dimana kita rindu untuk pulang. Tak peduli betapapun sulitnya perjalanan dan resiko yang akan dihadapi dilakukan demi terealisasinya satu kata: 'pulang'. Bagi sebagian orang, pulang merupakan sebuah ventilasi, tempat bertukarnya udara, bagi jiwa. Setelah lama terkungkung salam ruang pengap bernama rutinitas kerja dan aktivitas yang menyita pikiran dan tenaga ia butuh ruang untuk berbagi cerita, melepaskan beban dan membuka ruang interaksi dengan seksama.

Kemajuan teknologi komunikasi yang memudahkan manusia untuk saling berhubungan tak dapat memupus kerinduan untuk pulang. Ia hanya semacam analgesik yang bersifat menunda, bukan mengobati. Belum lagi bila canggihnya fasilitas komunikasi tidak diimbangi dengan seringnya komunikasi itu berlangsung. Kebanyakan kita masih bisa menghitung dengan jari sebelah tangan kuantitas berkomunikasi dengan orang tua atau kerabat di kampung halaman entah melalui telepon, sms, FB atau yang lainnya dalam satu tahun. Tak heran bila pulang menjadi keniscayaan di setiap Idul Fitri. Selain memang momennya yang tepat untuk berkumpul, pada saat itulah ada waktu yang tidak disibukkan dengan pekerjaan.

Lagi pula, ada bagian yang tidak bisa dilakukan dengan alat komunikasi, yaitu merasakan getaran emosi saat memandang wajah orang tua dan mengecup punggung tangan kedua orang tuanya untuk memohon maaf.

Pulang, adalah hal yang dinanti sekaligus merupakan salah satu obat kebahagiaan. Lama tidak pulang akan menimbulkan keresahan dan kegundahan. Sederhananya, ketika kita melakukan perjalanan wisata ke tempat indahpun pada ujungnya kita tetap akan pulang. 

Demikian pula kehidupan kita di dunia sebenarnya hanyalah tempat singgah yang akan kita tinggalkan ketika pulang. Sebahagia apapun kehidupan kita di dunia pasti akan kita tinggalkan saat kita kembali kepada Alloh. Tempat tinggal kita yang hakiki akan kita jumpai setelah kematian. Ke negeri akhirat kita akan pulang dan di sana adalah rumah kita yang sejati. Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un. DariNya kita berasal dan kepadaNya kita akan kembali. Dan sebaik-baiknya orang adalah yang telah mempersiapkan bekal untuk pulang.

[Sumber : majalah Ar-risalah edisi 158]

Sabtu, 04 Oktober 2014

When Alloh Loves you 

 


Saat Alloh mencintaimu, Alloh akan mengujimu. Menguji ! Bukan Memanjakan. Ujian akan meningkatkan kualitas diri sementara pemanjaan hanya akan membuat manusia lemah. Namanya juga ujian, mana ada ujian enak dan menyenangkan. Ujian adalah serangkaian kesulitan yang harus kita hadapi. Bentuknya bisa apa saja, mulai dari sakit, kesulitan ekonomi, tantangan-tantangan hidup dan beragam masalah yang kita hadapi.

Di balik segala kesulitan dalam ujian, ada latihan yang akan meningkatkan kedewasaan, kemampuan, dan ketabahan. Oleh karenanya, saat menghadapi ujian, bersabarlah dan berusahalah untuk melewati dan menyelesaikannya. Jangan berputus asa apalagi frustasi. Tidak ada kesulitan yang tidak ada solusi. Dengan pertolongan Alloh dan usaha keras dari kita, semua masalah dan kesulitan akan menjadi mudah.
Ujian itu kesempatan untuk menjadi lebih baik dan dicintai Alloh. Lihat saja ayam broiler, selama hidup hanya berleha-leha, makan dan minum selalu tersedia, tak pernah berjalan jauh, tak pernah bertarung, menghindari bahaya dan lain sebagainya sebagaimana ayam kampung. Hasilnya nilai jual dan kandungan gizinya lebih rendah dari ayam kampung. Saat datang masalah, mudah stress dan frustasi. Dengar suara mercon saja, beberapa ayam broiler akan mati.

Oleh karena itu, saat menghadapi masalah dan ujian dalam hidup, bersabarlah. Tanamkan optimisme, usaha keras untuk menyelesaikan dan serahkan semuanya kepada Alloh. Sebesar apapun masalah yang kita hadapi, Alloh masih jauh lebih besar dan lebih kuasa menyelesaikannya.

So, lets enjoy our problem dan solve it ! Semoga Alloh senantiasa memudahkan urusan kita. Aamiin

Rabu, 01 Oktober 2014

Perempuan Keluar Rumah
Tanpa Mahrom



Pada dasarnya, hukum asal dan yang terbaik bagi perempuan adalah wajib berdiam diri dirumah, sebagaimana difirmankan oleh Alloh,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ  الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً

  
Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS.Al Ahzab: 33).

Namun ini  bukan berarti mereka tidak boleh keluar rumah sama sekali. Jika terdiamnya perempuan di dalam rumah mendatangkan kesulitan atau mudharat bagi dirinya sendiri, maka hukum asal berdiam diri di rumah berubah. Perempuan jadi mubah keluar rumah, sunnah atau mustajb dan bisa jadi pula wajib.

Yang perlu diperhatikan, keluarnya perempuan dari rumahnya, baik bersama orang tua ataupun suaminya, ada dua. Pertama, yang dikategorikan sebagai safar.

Safar adalah keadaan dimana seseorang keluar dari rumah untuk suatu keperluan dan untuk itu ia menempuh suatu jarak dan waktu tertentu. Para ulama berbeda pendapat mengenai kepastian jarak dan waktu ini. Hanya, menurut kebiasaan orang-orang Arab zaman dahulu, tidaklah disebut safar jika seseorang melakukan perjalanan sejarak masafatul 'adwa. Ukuran mafatul 'adwa adalah seeorang keluar rumah, menyelesaikan urusannya, lalu kembali pulang dalam waktu kurang dari satu hari.

Larangan perempuan bersafar disebut dalam hadist dengan catatan jika perjalannanya memerlukan waktu sehari semalam, dua malam, tiga malam dan satu hari.

Imam Muslim meriwayatkan, "Perempuan tidak boleh bersafar kecuali bersama mahrom."

Para ulama menyatakan, pembatasan dari Rosulullah tidak dimaksudkan untuk membatasi lama safar. Prinsipnya, perempuan tidak boleh bersafar, kecuali bersama mahrom. Telah diriwayatkan adanya ijmak mengenai haramnya perempuan bersafar tanpa mahrom ini, kecuali safar untuk tujuan haji dan umrah, safar dari negeri kafir, dan safar dalam rangka lari dari tahanan/tawanan musuh.

Lebih detailnya lagi, para ulama mengklasifikasikan safar perempuan tanpa mahrom menjadi tiga :

  • Safar dari negeri kufur, ini hukumnya wajib meskipun tanpa mahrom. Ibnu al-Mulaqqin dalam al-I'lam bifawaidi 'Umdatil Ahkam menyatakan, "Safar hijrah dari darul harbi ke darul Islam, para ulama sepakat akan kewajibannya, meskipun tidak ada mahrom yang menyertainya."
  • Safar dalam rangka haji wajib. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang mensyaratkan mahrom dan ada yang tidak mensyaratkannya. Pendapat lebih kuat adalah tidak disyaratkan adanya mahrom. Di antara dalilnya adalah bahwa Ibnu Umar pernah pergi haji bersama beberapa orang perempuan dari para tetangganya. Juga Umar bin Khathab mengizinkan sebagian istri Nabi untuk menunaikan haji dan beliau mengutus Ustman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf untuk menjaga mereka.
  • Safar untuk sesuatu yang tidak wajib, seperti mengunjungi saudara, dan lain sebagainya. Ini dibagi dua, yaitu safar pendek dan safar yang jauh. Untuk safar yang pendek, para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehannya. Para ulama madzab Hanafi membolehkannya, sedangkan jumhur ulama tidak membolehkannya. Mereka juga berbeda pendapat mengenai batasan safar pendek. Menurut madzab Hanafi, jika kurang dari tiga hari perjalanan. Untuk safar yang jauh, boleh dengan syarat aman. Ini adalah pendapat para ulama madzab Syafi'i dan Maliki, juga Ibnu Taymiyah. Ibnu Hajar al-Asqalani menulis, "Larangan safar perempuan tanpa mahrom terkait dengan waktu. Sekiranya seorang perempuan menempuh perjalanan satu jam dalam satu waktu hari, maka itu terlarang, berbeda dengan musafir yang sekiranya menempuh perjalanan setengah hari dalam dua hari, maka ia boleh mengqashar sholat."
Jika seorang perempuan keluar rumah dan jarak tempuhnya kurang dari masafatul 'adwa, maka ia tidak dianggap bersafar. Asalkan ia sudah mendapatkan izin dari suaminya atau orang tuanya. Jika ia tidak / belum bersuami dan ia menjaga adab-adab keluar rumah, maka itu diperbolehkan. Ukuran masafatul 'adwa adalah radius 20km dari rumah. Kesimpulan 20km ini diukur dari jarak yang bisa ditempuh oleh seseorang dengan berjalan kaki dalam sehari dikurangi waktu yang dihabiskannya untuk memenuhi kebutuhannya adalah 40km, maka setengahnya (pulang-pergi) adalah 20km.

Dari sini, memenuhi kebutuhan  sehari-hari, mengantar anak ke sekolah, dan mengikuti majelis ilmu yang jaraknya kurang dari 20km adalah boleh. Sekali lagi, seizin suami. Sedangkan untuk mengunjungi orang tua yang jaraknya sekitar 25km, lebih hati-hatinya harus disertai mahrom.

Allahu a'lam bis showwab



[Sumber : majalah ar-risalah edisi 156]

Kisah

Janda Empat Syuhada


Perjalanan hidup Atikah binti Zaid sungguh unik dan menarik. Empat kali menikah, empat kali pula menjanda. Meski berat dilalui, itulah takdir Alloh pilihkan untuknya. 

Sosok Atikah sebenarnya dambaan tiap wanita. Di wajahnya terpancar rona kecantikan khas wanita Quraisy. Kecantikan itu semakin lengkap karena dibalut dengan akhlaq mulia dan sifat pemalu. Tak hanya itu, Atikah adalah wanita terpelajar yang pandai menggubah sastra. Hebatnya lagi Atikah telah menjadi Muslimah pada periode awal dakwah Rosulullah di Makkah. Dia memeluk Islam bersama saudaranya, Said bin Zaid, satu dari sepuluh sahabat yang dijamin Rosulullah SAW masuk jannah. Bisa dikatakan semua unsur kesempurnaan menyatu dalam diri Atikah binti Zaid bin Amru bin Nufail.

Setelah hijrah ke Madinah, banyak pemuda tergila-gila dan ingin meminang Atikah. Semuanya gigit jari, karena yang berhasil meluluhkan hatinya adalah Abdullah bin Abu Bakar.
Menakar Keimanan



Terkadang iman tidak bisa dilogika oleh seorang hamba. Karena iman bukan terletak kepada otak, tetapi ia terletak kepada keyakinan yang tinggi seorang hamba kepada RobbNya.

Iman itu jalannya keras dan kerikilnya selalu tajam serta menyakiti kaki kehidupan. Tapi bukankah Robb semesta alam yang memberikan pertolongan kepada setiap hamba yang beriman secara benar ? Karena sungguh pertolongan jauh lebih besar dari ujian yang diberikan insan yang beriman.

Kadang konsekuensi iman yang begitu berat, layaknya Nabi yang menolak kesepakatan untuk saling bergantian dalam beribadah dengan orang kafir sehingga turun surat Al-kafirun.