BAGAIMANA DENGAN MASA DEPANMU
WAHAI SAUDARIKU ???
![](http://khilafahdawlaislamiyah.files.wordpress.com/2014/04/5753b-571339-burqaafp-1372756481-623-640x480.jpg?w=640&h=480)
Ibnu Umar r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Ingatlah, setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian
pasti akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang kalian pimpin.
Setiap istri adalah pemimpin dan penjaga rumah suami dan anak. Ingatlah,
setiap dari kalian adalah pemimpin, dan kalian semua akan dimintai
pertanggung jawaban atas apa yang kalian pimpin.” (HR Bukhari-Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata,”Hadits di atas mengandung
beberapa hal, yaitu memandang dan memperhitungkan al-kufu (sepadan)
dalam nasab, para wanita non-Quraisy tidak sepadan dengan para wanita
yang berasal dari kaum Quraisy, keutamaan sikap lembut, kasih sayang dan
pendidikan serta pengasuhan yang baik terhadap anak.
Di antara hal-hal yang harus diajarkan oleh orang tua kepada anak
perempuan pada usia seperti ini adalah bahwa masa depan seorang anak
perempuan yang sebenarnya bukanlah di kedokteran atau di bidang lainnya,
tetapi sebagai seorang istri yang memiliki tanggung jawab pokok
mengurusi rumah tangga. Rasulullah saw mengisyaratkan akan hal ini dalam
sabdanya,
“Seorang perempuan adalah pemimpin yang bertanggung jawab mengurusi rumah suaminya.”
Artinya, aktivitas seorang perempuan tidak lain adalah mengasuh
anak-anak di dalam rumah suami. Oleh karena itu, janganlah ia sampai
tergoda dan terperdaya dengan tipuan setan.
Peran Muslimah Dalam Islam
Bagi akhwat atau ummahat yang sering bertanya-tanya tentang peran apa
saja yang bisa mereka berikan dalam jihad, mungkin pembahasan berikut
ini bisa memberikan pemahaman yang diinginkan.
“I`dadul Asykar bagi Wanita”. Allah ta’ala berfirman:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS al Anfal:60)
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS al Anfal:60)
Kewajiban setiap muslim adalah mendakwahkan kalimat tauhid. QS An Nahl: 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Robb-mu dengan hikmah[1] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Robbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.”
[1]. Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Namun apabila dakwah kepada jalan Robb kita ini dihalangi atau bahkan diperangi, maka jihad lah yang berlaku. QS Al Baqarah: 190
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” QS Al Baqarah: 193
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka
berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim.”
Ada saatnya jihadnya wanita adalah berhaji dan umroh.
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha: Aku berkata: Wahai Rasulullah,
apakah perempuan wajib berjihad?. Beliau menjawab: “Ya, jihad tanpa ada
peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.” Riwayat Ibnu Majah dan
asalnya dalam kitab Bukhari.
Namun ada kalanya, terkadang mau tidak mau wanita juga terkena
kewajiban untuk berpartisipasi dalam jihad fiy sabilillah itu sendiri.
Rasulullah Saw mengikutsertakan kaum wanita dalam peperangan. Mereka
mengobati orang yang terluka. Rasulullah tidak pernah memberi mereka
bagian dari harta rampasan tetapi memberi mereka dari kelebihan (sisa)
pembagian. (HR. Muslim)
Ibnu Qadamah Al-Hanbali berkata: Syarat orang yang terkena kewajiban
jihad ada tujuh yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, tidak
cacat yang fatal dan adanya biaya. (Al-Mughni 10/366) Kemudian beliau
menambahkan syarat; adanya izin orang tua dan izin orang yang berhutang
kepada yang menghutangi. (Al-Mughni 10/381).
Kesembilan syarat ini berlaku dalam keadaan jihad fardhu kifayah,
bila jihad naik menjadi fardhu `ain maka gugurlah empat syarat yaitu,
merdeka, laki-laki, izin orang tua dan izin orang yang berhutang. Jadi
syarat jihad fardhu `ain hanya ada lima saja; Islam, balihg, berakal,
selamat dari cacat fatal serta adanya biaya. Inipun persyaratan adanya
biaya akan gugur bila musuh menyerang ke dalam negeri.
Semua ketentuan ini telah ditetapkan oleh para fuqaha berbagai
madzhab yang diakui, misalnya dari kalangan madzhab Hanafi Alauddin
Al-Kasani yang berfatwa: Bila seruan perang dikumandangkan oleh sebab
invansi musuh kedalam negeri artinya fardhu `ain, wajib bagi setiap
kepala muslim yang memenuhi syarat untuk maju berdasarkan firman Allah,
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa
berat.” (QS Taubah 41). Maka berperanglah budak tanpa izin tuannya,
ISTRI TANPA IZIN SUAMINYA, dan juga anak tanpa izin orang tuanya.
(Nihayatul Muhtaj 8/85) Fatwa-fatwa yang mendukung hal ini banyak
sekali.
Dari fatwa di atas, kita dapat mengetahui, bahwa ada kalanya ada saat
di mana, jihad menjadi fardhu ‘ain bagi setiap individu, termasuk bagi
wanita (entah dia masih seorang lajang, atau sudah menjadi seorang
istri). Wanita turut terjun di medan jihad, disebabkan juga oleh karena
terkadang pihak tentara musuh memiliki anggota tentara-tentara wanita
yang bertugas memerangi kaum muslimah. Maka mau tidak mau, wanita dari
kaum muslimin juga harus turut ambil bagian menjadi benteng pertahanan
bagi para muslimah dengan menangkis serangan tentara-tentara wanita
kafir, murtadin, ataupun munafiqin yang menyerang kaum muslimah atau
anak-anak, selain dari tugas mereka dalam mengobati orang yang terluka
sebagaimana disabdakan Rasulullah tersebut di atas.
Ada kalanya, para thoghut menzalimi; menakut-nakuti kaum wanita
muslimah di saat suami-suami mereka, orang tua-orang tua mereka atau
kaum muslimin tidak ada untuk melindungi mereka. Ada kalanya juga kaum
muslimin terpojok oleh serangan musuh, yang mengharuskan kaum muslimah
untuk turun ke medan jihad melindungi saudara kandungnya atau kaum
muslimin umumnya yang sedang terluka dan berperang sebisanya; membela
agamanya dan demi melaksanakan sabda Rasulullah berikut.
Dari Sa’id bin Zaid radhiyallah ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, artinya: “Barangsiapa yang mati karena
membela (mempertahankan) hartanya maka dia syahid. Barangsiapa mati
karena membela keluarganya maka dia syahid, barangsiapa mati karena
membela agamanya maka dia syahid dan barangsiapa mati karena membela
darahnya maka dia syahid.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Dalam kondisi seperti ini, wanita muslimah mau tidak mau harus
memiliki beberapa keterampilan dan kemampuan membela diri mereka sendiri
dengan kemampuan yang mereka miliki untuk menghadapi masa-masa di mana
partisipasinya dibutuhkan di medan jihad atau segala kondisi yang telah
dipaparkan di atas. Untuk itu, wanita juga perlu melakukan i`dad (dengan
keterampilan asykar yang manapun yang dia mampui) agar bila di kemudian
hari menjumpai dan harus menghadapi situasi semisal ini, mereka dapat
melindungi diri mereka sendiri dan melindungi kaum muslimah atau bahkan
kaum muslimin lainnya.
“Kamu harus belajar memanah karena memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu.” (HR. Bazzar dan Thabrani)
Rasulullah saw. juga bersabda: “Lemparkanlah panahmu itu, saya bersama kamu.” (HR. Bukhari)
Sebagaimana sahabiyyah di zaman Nubuwwah, Nasibah binti Kaab yang
dikenal dengan Ummu Imarah. Beliau juga ikut berperang. Dia bercerita,
“Pada Perang Uhud, sambil membawa air aku keluar agak siang dan melihat
para mujahidin, sampai aku menemukan Rasulullah saw. Sementara, aku
melihat pasukan Islam kocar-kacir. Maka, aku mendekati Rasulullah sambil
ikut berperang membentengi beliau dengan pedang dan terkadang aku
memanah. Aku pun terluka, tapi manakala Rasulullah saw. terpojok dan
Ibnu Qamiah ingin membunuhnya, aku membentengi beliau bersama Mush’ab
bin Umair. Aku berusaha memukul dia dengan pedangku, tapi dia memakai
pelindung besi dan dia dapat memukul pundakku sampai terluka. Rasulullah
saw. bercerita, “Setiap kali aku melihat kanan kiriku, kudapati Ummu
Imarah membentengiku pada Perang Uhud.” Begitu tangguhnya Ummu Imarah.
Sumber : al-mustaqbal.net / Tarbiyyatul Bannat fil Islam karya Abdul Mun’im, dan ummahq.co.cc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar