Jumat, 19 September 2014

Menambah Cinta dengan Memberi Hadiah

Berkali harus kita fahami bahwa keinginan dihargai merupakan kebutuhan jiwa yang mendasar bagi kita sebagai manusia. Jadi sangat bisa di fahami jika perasaan dicampakkan karena dianggap tidak berharga sangatlah menyakitkan. Banyak hal-hal buruk yang tidak kita inginkan muncul dari perasaan yang terluka ini. Ketegangan, keretakkan, perceraian, bahkan hingga bunuh diri dan pembunuhan.

Tentu saja kita tidak ingin ada anggota keluarga yang merasa tidak dihargai, karena hal itu bisa menjadi benalu bagi ketentraman rumah tangga. Bukankah kita berumah tangga dengan tekad kuat mewujudkan keluarga sakinah, mawadah dan warohmah ? Hingga meski terlihat baik-baik saja di permukaan, perasaan terluka adalah bom waktu yang menunggu pemicunya. Untuk kemudian hancur berkeping-keping dan sulit disatukab kembali.

Salah satu bentuk penghargaan itu adalah pemberian hadiah. Sebuah sunnah Rosulullah saw yang agung dalam mendatangkan kepedulian, kedekatan, kasih sayang dan penghormatan, sebab ia adalah salah satu bahasa cinta. Rosulullah saw memberikan perintah untuk saling menghadiahi guna melembutkan hati dan menumbuhkan rasa saling mencintai, menghilangkan dengki, kemarahan, dan permusuhan. Karena tabiat jiwa kita memang senang terhadap orang yang berbuat baik kepadanya. Dan hadiah datang membawa pesan perdamaian, rasa cinta dan penghargaan.

Dalam konteks berkeluarga, ia memperbarui ruh kehidupan rumah tangga dan menghilangkan perselisihan. Seseorang isteri lebih mudah tersentuh oleh hadiah yang diberikan suaminya daripada hadiah dari orang lain, pun demikian pula sebaliknya. Sebab hadiah, meski tampak sepele dan tidak berarti, efektif melakukan apa yang tidak dapat dilakukan kata-kata verbal, termasuk permintaan maaf. Ia mampu menghilangkan kabut hati dan mendamaikannya.

Jika kita lihat kehidupan para ulama salaf, ternyata ia sarat dengan pertunjukkan saling memberi hadiah di antara mereka, sekecil apapun bentuknya. Terkadang, hadiah itu hanya berupa kurma yang belum matang, setangkai bunga mawar, minyak wangi, atau bahkan sup berkuah. Hal ini tentu saja menjadi inspirasi bagi kita untuk memulai kebiasaan baik ini, tanpa perlu mengeluhkan minimnya biaya, atau sempitnya kesempatan.

Karena itu, dalam hal saling menghadiahi ini, yang harus kita lihat adalah nilai maknawinya, bukan nilai materinya. Ia harus dipandang sebagai pemberian yang tulus, ungkapan dari kedekatan, persahabatan dan kecintaan. Dengan begitu, hadiah tersebut apapun bentuknya, betapapun kecilnya, dan berapapun nilainya, akan selalu memiliki makna yang dalam. Ia, Insya Alloh, bisa membangkitkan keridhaan.

Dan jika terjadi di antara suami isteri, saling memberi hadiah bisa sangat mengagumkan efeknya. Ia dapat menambah rasa kecintaan dan kedekatan hati antara keduanya, memperbarui ruh kehidupan rumah tangga dan menghilangkan perselisihan yang meruncing bila kedua pasangan tidak menyadari apa yang dapat menghilangkannya,. Karena bahkan, sebuah kecupan dan belaian pun bisa menjadi hadiah indah di saat yang tepat.

Jika demikian halnya, alangkah indahnya jika saling memberi hadiah menjadi kebiasaan, terutama di antara anggota keluarga. Karena merekalah yang lebih layak mendapatkannya. Dan dalam jangka panjang, ia akan terakumulasi dan memberikan efek yang melegakan. Kecintaan, kasih sayang dan kedekatan emosional akan semakin tinggi diantara anggota keluarga kita. Juga bertambahnya barakah jika iringi dengan mendoakan si pemberi. Dalam sebuah riwayat, ibunda 'Aisyah ra berkata bahwa Rosulullah menerima hadiah dan mendoakan pahala bagi (pemberi) nya.

Tapi ingat, pemberian hadiah ini substansinya adalah mendekatkan hati. Ia akan kehilangan tujuan mulianya itu jika pemberiannya justru menyakitkan hati. Bisa karena hadiahnya adalah barang yang haram, membuat penerimanya marah karena barangnya tidak pantas diterima, menyimpan tujuan-tujuan busuk, atau cara pemberian yang merendahkan karena menyiratkan kesombongan. Hadiah-hadiah yang berhenti sebatas benda dan kehilangan nilai sebagai wasilah penghubung hati. Di zaman seperti ini, bahkan ada hadiah yang pantas ditolak karena tercurigai sebagai sarana suap untuk meloloskan sebuah proyek. Naudzu billahi min dzalik..

Agar tidak terjadi semua itu, kita perlu berkomunikasi dengan anggota keluarga secara sehat untuk mengetahui hal-hal apa yang mereka inginkan dan disukainya, agar tidak salah memberi hadiah. Juga menjaga keceriaan wajah dan ketulusan hati saat memberikannya agar mendatangkan cinta dan barakah, sebagaimana arahan Rasulullah di atas. 

Siapa yang tidak menginginkan keluarganya dipenuhi barakah ? Ada hadiah, ada wajah-wajah cerah, ada apresiasi dan ucapan jazakumullah, juga doa-doa yang melantun indah. Alangkah inginnya kita memiliki semua itu. 

[sumber : majalah Ar-risalah edisi 128]

Tidak ada komentar: